Kursi Kereta

Dalam sejarah berkereta, persaingan mendapatkan kursi adalah hal biasa. Jangan salah, demi kursi sikut-sikutan kerap terjadi. Kayak pejabat aja.. 👀


Saya jarang menghamba kursi, dasar Leo gengsinya segunung 🫣 


Lagipula, saya merasa masih cukup kuat berdiri dan entah kenapa semasa masih bolak-balik ke kantor setiap hari jarang banget dikasih tempat duduk. Sampai-sampai saya sempat berpikiran buruk apakah ada korelasinya antara penampilan modis dan kelayakan duduk di kereta. Bukan apa-apa, beberapa kali mbak-mbak berjilbab panjang dan jubah lebih sering ditawarkan ketimbang saya yang you-know-lah kayak apa bentuknya hahaha 😆


Ibu dan anak, adalah salah satu dari kaum prioritas yang layak duduk dalam kereta. Dengan alasan ini, ada aja ibu yang anaknya udah masuk usia ABG meminta haknya. Ditilik dari usia dan perawakan, sehat-sehat saja, bukan termasuk golongan prioritas.


Sekali saja, pernah seorang ibu menggugah saya. Ibu dan dua anaknya: satu perempuan balita, satu lagi laki-laki usia sekolah dasar. Belum besar-besar amat tapi juga nggak kecil lagi. Ah gimana ya, pokoknya kalo mau duduk juga orang nggak akan protes atau nyinyirin.


Singkat cerita, si ibu tiba-tiba menawari saya duduk di sebelahnya. Karena merasa anak laki-laki itu lebih layak, saya tolak. Sungguh kaget karena si ibu tetap memaksa saya duduk dan membiarkan anak laki-lakinya berdiri.


"Tapi Bu..." (diucapkan dengan penuh drama)


“Biar aja mbak, dia laki-laki harus belajar” tepis si ibu muda.


Akhirnya saya menerima hadiah kecil itu. Alhamdulillah yah. Dalam hati membatin, sungguh ini beneran kejadian sekali seumur hidup deh 😀


Sejujurnya jarang banget ketemu orang tua yang menerapkan parenting kayak gini. Kebanyakan malah memberikan pemakluman, menganggap kereta (dan area publik lain) sebagai taman bermain. 


Padahal, transportasi umum, sejatinya jadi salah satu media belajar orang tua dalam menanamkan adab: gimana berlaku di area publik. Bukan kemudian membenarkan dengan kalimat sakti “namanya juga anak-anak” 


Hari ke-12 rangkaian 30 hari bercerita 

Share on Google Plus

About e-no si nagacentil

Cerdas, ceriaa, centil
    Blogger Comment

0 comments: