Tahun 90an pernah ada slogan atau tagline "cari tahu dengan jarimu" untuk iklan Yellow Pages, kitab yang memuat data pengguna layanan telepon rumahan. Kalo dipikir-pikir, sebagian data pribadi kita udah diekspos sejak dulu ya hahaha...
Tapi, saya nggak akan bahas soal Yellow Pages yang sekarang mungkin udah jadi artefak dan asing bagi generasi Z maupun Alpha. Terkait dengan slogan tersebut, jari-jemari bukan cuma berfungsi untuk mencari data tapi juga berkomunikasi bagi teman tuli. Dan, jari juga menjembatani umat tuli dengan Tuhannya.
Salah satu pemicu ketertarikan saya pada bahasa isyarat adalah konten Youtube dari mantan additional player Peterpan yang hijrah dan memilih mengabdikan diri untuk mengajar mengaji teman-teman tuli. Menarik banget, mengingat selama ini ibadah ritual muslim didominasi pemakaian bahasa Arab.
Jika disabilitas netra punya Quran Braille, lantas gimana teman tuli membaca wahyu Allah?
Tergelitik, tapi tak segitunya punya nyali untuk bertanya apalagi topik ini termasuk sensitif dan khawatir menyinggung. Bersyukur, algoritma Instagram kemudian mempertemukan saya dengan akun Lebah Islam yang merupakan lembaga bahasa isyarat Islam. Agak sulit (seperti biasa banyak permintaan) untuk ikutan kelasnya memang. Semua ada waktunya, sabar saja.
Dan bertepatan dengan Ramadan, kesempatan itu datang juga. Lebah Islam membuka kesempatan buat yang ingin belajar dari dasar: huruf hijaiyah isyarat! Dengan penuh semangat menggebu dan berbinar-binar, saya langsung daftar tanpa kelamaan mikir. Apalagi, ada embel-embel gratis hahaha (tapi jujur bukan ini kok yang bikin tertarik 👀)
Dalam dua hari saja, selepas Subuh saya dan beberapa teman yang bisa dihitung dengan jari satu tangan melawan kantuk untuk belajar bareng. Sebetulnya ini timing yang pas banget karena pagi-pagi seharusnya otak masih seger ya. Alhamdulillah, penuh perjuangan hahaha 😂
Seperti biasa, kelas isyarat isyarat diajar langsung oleh guru tuli dan tanpa JBI supaya kami terbiasa. Nah loh, ngobrol pake isyarat aja udah jarang hahah. Tapi, ustazah Rieka yang mengajar kami sungguh baik dan sabar. Apalagi muridnya yang ini bukan lagi anak muda, otaknya udah kepenuhan beban pikiran 😤
Seperti apa rasanya mengaji dengan jari?
Tidak mudah memang, kami saya manusia dengar yang dulu belajar mengaji aja masih terbata mengingat lagi urutan huruf hijaiyah. Belum lagi, beberapa huruf membutuhkan ekstra keterampilan jari sehingga beberapa kali dikoreksi. Bersyukur, panduan huruf hijaiyah isyarat buat pengingat tersedia di laman daring sehingga saya punya peluang buat belajar sendiri.
Di hari kedua, tantangannya makin bertambah tentu. Usai hapalan abjad, dilanjut dengan harakat: fathah, kasrah, dhammah... masih pada inget?
Jujur, makin diulik makin asyik. Saya jadi kian tertarik buat mendalami.
Terlepas dari kontroversi cara salat teman tuli (ada yang berargumen bahwa salatnya tidak sah karena gerakan tangan lebih dari 3x ) tapi saya percaya Allah tidak sekaku itu. Kadang, kita manusia aja yang terlalu cepat menghakimi dan jadi si paling tahu.
Tertarikkah kamu mempelajari?
0 comments:
Post a Comment