Dear diary...
Inget nggak pada kebiasaan curhat ke buku harian atau diary? Dimarahin nyokap, disemprot guru, ketemu gebetan, atau habis berantem sama sohib. Semua ditumpahkan lewat tulisan. Berbulan-bulan bahkan tahunan kemudian, membacanya bikin senyum-senyum sendiri sambil mikir "kok bisa ya dulu aku se-alay itu"Kebiasaan ini, perlahan luntur seiring kepraktisan mencatat apapun lewat media digital. Setidaknya, ini terjadi pada saya. Dulu, saya biasa mencatat jadwal di agenda mungil. Sekarang tentu cukup memanfaatkan fasilitas Calendar di ponsel pintar. Kemampuan bercerita lewat tulisan pun makin pudar. Selain mencurahkan isi hati pada lingkar kecil pertemanan yang dipercaya, sebagian juga hanya tercatat di otak untuk kemudian dipanggil lagi saat dibutuhkan. Yang belakangan ini, repot juga karena kapasitas penyimpanannya terbatas.
Belakangan, menulis catatan harian atau bahasa kerennya journaling kembali jadi tren. In a good way, dalam workshop singkat tentang journaling dalam Kamis Manis di Berlaris, journaling ternyata banyak manfaatnya bukan sekadar menciptakan kenangan.
Alodokter merumuskan journaling sebagai kegiatan menuangkan ide, pikiran, perasaan, atau emosi yang berkaitan dengan berbagai peristiwa dalam hidup dalam bentuk tulisan di buku, ketikan di komputer, atau melalui gambar. Manfaatnya? Banyak sekali, antara lain:
- Mengekspresikan perasaan, ketika kita merasa no one to rely on journaling membantu mengungkapkan apa yang dirasakan secara sehat dan aman tanpa takut merasa dihakimi
- Mengendalikan emosi, journaling membantu kita mengenali jenis perasaan yang timbul. Jika kita telah terbiasa melakukannya, akan lebih mudah untuk mengidentifikasi emosi yang muncul dan mengontrolnya
- Mengenal diri sendiri, tanpa sadar kita mungkin kehilangan identitas. Journaling membantu kita menemukan kembali diri sendiri lewat catatan yang direkam
- Meredakan stres dan cemas melalui pengungkapan perasaan




0 comments:
Post a Comment