Tanggal 9 Maret sepertinya semua kegiatan berjejalan, rebutan perhatian. Maklum, akhir pekan penghabisan sebelum masuk Ramadan. Dan. di antara banyak kegiatan yang ditawarkan Festival Wiradewari menjadi pilihan saya karena kehadiran Nonaria.
Saya hadir di sesi petang, karena seharian mengikuti workshop dan baru selesai di jam empat sore. Sambil menunggu Nonaria, ada dua penampil yaitu stand up comedian dan Dialita Choir. Jujur saya agak malas dengan pertunjukan lawakan semacam ini, banyak nggak connect-nya. Tapi, demi posisi strategis di depan panggung (dan tentu saja penasaran dengan Dialita Choir!) jadi marilah kita (coba) nikmati lawakan yang ternyata sangat tidak lucu dan jauh dari berbobot.
Mpok Citra Multiplasenta, bukan satu-satunya perempuan berkerudung yang mengambil jalur melucu. Tapi, nama ini memang baru saya dengar.
Nama Multiplasenta, menurut pengakuan sang komika memang ada kaitannya dengan rahim. Melahirkan beberapa kali, alias beranak banyak. Sudah saya duga, bahan lawakannya nggak jauh-jauh seputar reproduksi. Saya nggak tau apa status perkawinan si mpok Citra ini dan saya juga tidak peduli, tapi ketika dia menyinggung perihal permintaan suami untuk berhubungan seksual "cewek gak boleh nolak, nanti dosa" dahi saya mulai berkerut.
Mpok Citra mungkin didoktrin perempuan harus nurut apa mau suami, dan dengan pandangan seperti ini dia memandang dirinya sebagai obyek seks. Padahal, perempuan juga punya hak meminta dan menolak. Taukah dia ada yang namanya marital rape dan teman saya menjadi korban karena hasrat suami yang luber sehinggal tidak pandang tanggal kapanpun dia mau istri harus memenuhi? Bertahun-tahun saya sebagai sahabatnya nggak tau hal ini karena dia menutupi, dan baru bercerita setelah si suami berstatus mantan.
Nggak cukup dengan itu, Mpok Citra juga melanjutkan dengan pengakuan pernah menjadi korban pelecehan seksual. Barangkali, karena KS juga merupakan salah satu concern dari Wiradewari 2.0
Tapi, saya gagal empati ketika dengan santai dan lantang si mpok bilang "nggak sampe diperkosa sih, kalo itu mah bisa-bisa saya minta nambah" 😡
Sampai sini saya benar-benar kehilangan gairah, bahkan kekuatan untuk menggerakkan otot bibi ke atas. Sontak, bibir saya terkatup membentuk garis lurus dengan pikiran berkecamuk: kok bisa sih lawakan kayak gini lolos sensor? Kok bisa si mpok yang ngakunya korban pelecehan menjadikan perkosaan sebagai bahan lawakan?
Untuk bisa bilang "I was being raped" teman saya mengucapkannya dengann lirih, bergetar menahan tangis, bahkan akhirnya tumpah juga. Saya paham karena trauma korban pelecehan seksual apalagi perkosaan itu nggak bisa disepelekan. Lucunya, majelis masih bisa tertawar dan yang disesalkan panitia nggak ada yang berusaha menghentikan lawakan norak itu.
Malamnya, iseng saya mencari tau siapa mahluk yang mengaku berahim banyak ini dan menemukan namanya dalam salah satu konten Youtube Cokro TV. Lebih mengagetkan lagi materi yang dibawakan si rahim banyak ini juga sama persis, silakan simak menit ke 6.22
Sebagai tambahan, bunuh diri juga menjadi materi lawakan ibu-ibu rahim banyak ini.
Saya kemudian menyampaikan melalui IG Story, yang kemudian direspon secara defensif dan berdalih menertawakan diri sendiri:
Edukasi soal kekerasan seksual memang masih jauh dan panjang. Beberapa tahun lalu, waktu wacana RUUTPKS yang salah satunya membahas marital rape, saya ditertawakan teman yang berstatus istri. Mana ada perkosaan di rumah tangga? Katanya. Mungkin definisi "perkosaan" di kepalanya masih sebatas hubungan seksual.
Satu yang sangat saya sayangkan adalah panitia tidak sigap mengambil sikap. Bahkan, setelah acara selesai tidak ada update apapun terkait konten yang tidak layak tayang ini di media sosial mereka. Jangan-jangan, mindset panitia soal KS juga belum sepaham?
0 comments:
Post a Comment