Tari Kecak Yang Mengundang Decak

Bali adalah alam luar biasa cantik dan budaya yang kental dengan nafas tradisional. Eksotisme perempuan dan lelaki Bali yang kuat menggenggam adat menjadi daya tarik yang sulit dipungkiri. Entah butuh kali ke berapa untuk bisa menelusuri setiap lekuk pulau dewata. Menyoal kulturnya yang masih lestari, barangkali setiap yang terlahir dengan darah Bali memiliki DNA berkesenian: entah berupa tarian atau ukiran. 

Menunggu senja di Uluwatu
Kunjungan kedua di pulau seribu pura, menikmati senja dan matahari yang beranjak turun adalah keharusan. Jika sebelumnya saya hanya memandangi senja yang pelan-pelan tiba, kali ini keindahannya kian semarak dengan pertunjukan tari kecak. Tarian yang selama ini hanya saya saksikan di layar gelas atau buku pelajaran seni. Adalah Uluwatu, kompleks pura kesekian yang menjadi destinasi wajib wisata, lokasi pertunjukan tarian tanpa musik ini. Berbekal selembar tiket dengan nominal seratus ribu rupiah, pelataran pura mendadak sesak oleh wisatawan yang penasaran dengan tarian semi kolosal ini.




Puluhan pria berkain poleng membentuk formasi lingkaran, menyenandungkan nyanyian dengan pembagian nada paripurna. Sebagian konsisten melantunkan akapela dalam satu kata "cak... cak... cak..." berulang, lainnya menyuarakan tembang dalam bahasa Bali. Tari kecak menampilkan pelakon Rahwana, Shinta, Rama, Hanoman, dan Sugriwa. Familiar dengan nama-nama ini? Mereka adalah nama-nama dalam penggalan kisah Ramayana. Cerita tentang penculikan Shinta oleh Rahwana dan upaya pembuktian kesucian diri sang dewi pada kekasihnya. Dengan sedikit modifikasi, tari Kecak di Uluwatu tampil interaktif dan komunikatif. Beberapa kali pemeran Hanoman mencuri pekik penonton lewat aksi nakalnya. Si monyet putih terlihat melompat dan tiba-tiba berada di tengah penonton. Buat yang fobia kera, ada baiknya hati-hati ya...




Ragam atraksi tambahan juga menjadi improvisasi yang sepertinya merupakan cara mereka supaya pertunjukan tetap menarik. Sedikit berisiko sih, misalnya saja aksi tendang bola-bola jerami yang terbakar. Lumayan riskan kalau tiba-tiba menimpa penonton kan? Apa pun, yang membuat saya kagum adalah komposisi penari Kecak ini beragam: yang muda maupun berumur tampak kompak. Mungkin inilah gambaran Indonesia yang seharusnya ya?



Share on Google Plus

About e-no si nagacentil

Cerdas, ceriaa, centil
    Blogger Comment

1 comments:

Unknown said...

Bali mengajarkan kita tentang banyak hal. Toleransi, budaya, agama, etc. Selalu jatuh cinta dgn pulau ini