Damn Dubbing

Suatu sore menjelang malam di peak time, saya memutarkan SpongeBob dan Disney Channel dari saluran televisi berbayar untuk seorang balita, dengan pertimbangan pada jam-jam tersebut tayangan televisi lokal justru dalam kondisi yang sangat memprihatinkan: full of sinetron kejar tayang.  Alih-alih si kecil bahagia, nyatanya dia malah cemberut.  Gak ngerti omongan SpongeBob dan para karakter animasi yang nyerocos dalam bahasa Inggris melulu.


Si kecil, sepertinya terlalu terbiasa dengan sulih suara (dubbing bahasa kerennya mah) yang diterapkan di kebanyakan tayangan televisi.  Mulai film animasi sampai ke variety show.  Akibatnya, dia merasa asing dengan bahasa Inggris sebagai pengantar di versi asli yang cuma tayang di saluran berbayar itu.  Sementara saya, sangat-sangat gak menyukai tayangan film asing yang disulihsuara.   Bukan mentang-mentang udah biasa dan menguasai bahasa Inggris sih yaaaa..


Semasa kecil, bahasa Inggris saya juga dalam kadar biasa banget. Malah sempet gelagepan waktu ditanya guru bahasa Inggris pas SMP.  Kursus? Cuma sekali dateng.  Selebihnya, belajar sendiri dari musik dan lagu barat adalah andalan saya.  Sampai sekarang, kebiasaan itu saya lanjutkan dengan film asing berbahasa non-Inggris.  Makanya, bagi saya nonton film berbahasa asing dengan subtittle adalah cara belajar yang paling menyenangkan.  Kadang-kadang, kalau lagi belagu karena subtittle-nya ngawur (terutama DVD bajakan) saya off dan lebih memilih bahasa asli sambil meraba-raba karakter di film ini ngomong apa sih?


Buat saya, sulih suara justru mematikan peluang saya belajar bahasa asing!


Lah trus buat yang masih anak-anak kan gak ngerti bahasa Inggris?  Nah, di sinilah peran pendampingan.  Kata siapa anak-anak bisa ditinggal nonton tipi sendirian?  Idealnya, ada ortu yang selalu mendampingi anak ketika dia menikmati tayangan tipi, meski dengan rate semua usia atau dikategorikan sebagai tontonan aman untuk anak-anak. Kenapa? Namanya juga tayangan impor, pasti ada ketidakcocokan budaya yang ditampilkan di film. Sementara anak-anak itu yaaaaa kepo-nya sungguh luar biasa tinggi kadarnya!  Makanya, bila anda berada dalam sebuah perjalanan bersama anak-anak, bersiaplah memiliki stok sabar yang banyak ^______^


Kalau emaknya gak jago bahasa Inggris gimana?
Make it a challenge Mom!  Di sinilah serunya sebagai yummy mommy kita dituntut untuk terus belajar. Sebab, kalo orang Arab bilang: al ummu madrasatun: ibu adalah sekolah bagi anak-anaknya.


Ini cuma pemikiran saya sih, yang belum lagi jadi ibu hihihi...













Share on Google Plus

About e-no si nagacentil

Cerdas, ceriaa, centil
    Blogger Comment

7 comments:

Anonymous said...

hey, you actually make a valid point. dubbing memang mematikan peluang penonton belajar bahasa asing. lagian kebijakan dubbing itu kan perintah bekas Mendiknas yang sekarang udah jadi ketua yayasan ratu sejagat franchise lokal itu atas nama nasionalisme sempit. hehehe

jadi pengen nonton film Thailand.

Anonymous said...

err, that was me ;) (brad)

masova said...

Mmmm..
Ada beberapa tayangan yang memang layak dubbing. Dan mungkin jadi 'keharusan'.
Kenapa? Karena lebih banyak penonton (usually anak-anak) yang nyetel televisi bukan untuk belajar bahasa. Tapi pengin dihibur oleh tayangan ringan yg mudah dipahami dialog dan ceritanya.

Kalau untuk pasar remaja / dewasa, fans anime, serial asing, reality show --nah ini nih yang harusnya pake subtitle.

Masalahnya, stasiun TV kita gak teliti mengkategorikan mana tayangan buat anak-anak, mana yang buat remaja. Asal kartun, dipukul rata aja. Kayak Detektip Conan, itu bukan utk konsumsi anak-anak. Jadi, memang salah kalau serial itu di-dubbing dan anak-anak kita menonton dialog: "Andalah yang membunuh korban!!"

So... Dubbing gak papa asal cocok, voice talent-nya keren dan nggak ngawur melenceng jauh dari film originalnya. Lebih oke lagi kalau stasiun tivi bikin tayangan itu jadi bilingual. Jadi penonton bisa milih.

Hal lain, 'dubbing' juga jadi suatu pekerjaan. Para dubber cari makan di sana. :|

Buset, jadi panjang gini ya..

Billy Koesoemadinata said...

dubbing itu kan dulunya kebijakan jaman pak harto yang ngeharuskan semua hal2 di-Indonesiakan, yang jadi warisan kebijakan dari pak karno

anyway, sulih suara memang bisa jadi mematikan peluang untuk belajar bahasa asing, tapi tentunya lebih baik daripada generasi penerus tidak tahu bahasa sendiri yang baik dan benar.

e-no si nagacentil said...

@brad kenapa jadi anonim ih *pentung pakek kamus*

e-no si nagacentil said...

@ova masalahnya dubbing sering gak pas sama filmnya. Parahnya lagi sampe lagu-lagu di film animasi Disney puuuun didubbing ckckck

e-no si nagacentil said...

@billy sama ya kayak peng-Indonesia-an nama tempat di Jakarta yang jadi aneh banget. Etapi gak semua film dubbing bahasanya baik dan benar lho. Dulu taon 90an ada tuh film di ANTV yang dari Perancis dan dubbingnya bahasa gaul XD