Membantu Dengan Sampah

Menyaksikan salah satu episode Kick Andy, tentang kenangan pada orang-orang berhati emas yang telah berpulang, saya terkaget-kaget. Salah satu narasumber yang dikenang, saya kenal betul. Ibu Edo, ibu rumah tangga yang berinisiatif menggagas sebuah sekolah pemulung di rumahnya: di kawasan Bintaro yang sederhana.


Saya lupa persisnya, entah 2004 atau 2005 ketika itu bersama beberapa teman mencoba memaknai Idul Fitri dengan berbagi.  Setelah sebelumnya, kunjungan ke sebuah panti tuna ganda di kawasan Cimanggis yang sukses bikin mewek *sayang banget dokumentasinya hilang T__T* maka kami bergerak menyalurkan sedikit dari pendapatan yang gak seberapa itu untuk saudara kami yang "kurang beruntung".  Akhirnya, pilihan jatuh pada sekolah khusus anak pemulung yang diprakarsai ibu Edo.  


Dari obrolan saat survey, saya terkagum-kagum dengan apa yang dilakukan ibu paruh baya yang cantik ini.  Betul juga, gak perlu menunggu kaya untuk berbagi.  Ibu Edo, bukan ibu bersasak yang biasa menghabiskan puluhan juta sekali belanja di mall ternama.  Sederhana, bersama beberapa ibu, ia mengumpukan anak-anak pemulung. Mengajarinya pengetahuan dasar: baca, tulis, dan berhitung, di teras rumahnya yang mungil.  Menariknya, ada imbalan "sekantung sampah" bagi anak-anak yang ikut belajar di teras mungilnya itu. What? Sampah?


Ya, menjawab protes para pemulung yang menganggap waktu anaknya sebanyak 2-3 jam waktu "terbuang percuma" di kelas, ibu Edo dan teman-teman mengoleh-olehi para siswanya dengan sampah gelas bekas air mineral yang mereka kumpukan entah dari mana, kardus bekas, atau sampah lain yang masih punya nilai jual di mata pemulung.  Ini yang menginspirasi saya untuk "mengoleksi sampah".  


Saya mungkin belum sehebat ibu Edo, yang kini sudah tenang di sisi-Nya.  Tapi, perkenalan singkat itu membuat saya dengan senang hati memisahkan sampah-sampah komersil seperti dus bekas, botol-botol plastik, atau koran dari sampah basah di rumah.  Kemudian, setelah jumlahnya cukup bikin "sakit mata", kumpulan sampah komersil itu saya sumbangkan pada pemulung yang saya temui.  Sejauh ini, mereka nampak bahagia dan senang dengan "sumbangan" ala kadarnya itu.  Kenapa? 


Jika, pemulung biasanya mengorek-ngorek TPA atau tong sampah (yang siinya kompilasi berupa-rupa buangan organik dan anorganik, basah-kering jadi satu sampai benda busuk), peluang mereka untuk mengalami infeksi atau tertular kuman lebih tinggi.  Apalagi, sangat jarang pemulung mempersenjatai diri dengan sarung tangan karet untuk keselamatan diri mereka.  Sampah bersih ini, secara gak langsung mengurangi resiko mereka terinfeksi. Juga, tanpa disadari mengurangi konsumsi air bersih dan polutan berupa sabun cuci yang biasa mereka gunakan untuk membersihkan sampah plastik dari sampah basah yang melekat. Jadi, dua manfaat sekaligus kan? Membantu sesama dan menyelamatkan bumi secara sederhana?



Share on Google Plus

About e-no si nagacentil

Cerdas, ceriaa, centil
    Blogger Comment

1 comments:

Anonymous said...

trying to be one of those hero of the nature eh ?

try watching this one, arrogant creature

http://www.youtube.com/watch?v=eScDfYzMEEw&feature=related