Charity Sebagai Penyelamat Industri



Dalam e-book mengenai 30 Consumer Behavior Shifting Welcome To New Normal, salah satu poin yang menarik adalah tingginya empati dan solidaritas selama pandemi. Ini pernah saya ulas sekilas dalam tulisan tentang kebaikan di posting sebelumnya.  


Saya tidak akan membahas soal fenomena donasi tentunya. Ketertarikan saya justru pada gimana beberapa pelaku usaha menyikapi kebaikan ini menjadi sebuah promosi untuk mendongkrak pendapatan yang lesu sejak penerapan karantina.

Ingat campaign jajanin driver ojol? Berawal dari gerakan di medsos yang kemudian justru diadaptasi oleh beberapa mitra layanan antar berbasis aplikasi ini:


Mujigae ini salah satunya, resto sajian Korea yang menawarkan menu khusus buat driver harga murah:12ribuan saja. Isinya juga lumayan bikin senang karena gak jauh beda dengan menu utama. Driver bisa irit uang makan, penjual dapat transaksi tambahan, saya pun senang karena merasa sudah berbuat kebaikan dengan membahagiakan orang hahaha

Oh ya tambahan lagi, tadinya saya termasuk yang gak terlalu suka dengan masakan Korea karena pengalaman nyobain dan rasanya kurang pas di lidah salty ini. Literally salty karena saya #teamasin.  Tapi iming-iming Ajak Makan Driver Ojol ini malah membuat saya tertarik dan kemudian memesan menu serupa setiap order. Syukurnya, racikan bumbu Mujigae juga pas di lidah sehingga memasukkan daftar repeat order

Konsep charity diadopsi oleh camilan favorit saya Choipan Mami Tio yang membuat paket untuk nakes. KIta melakukan pemesanan seperti biasa, tapi choipan akan diantar ke rumah sakit rujukan covid. Resto kelas menengah seperti Union juga punya program serupa: 1000 Rice Bowls for Medical Heroes. Agak sedikit berbeda barangkali Walking Drums yang menyisihkan dari setiap pembelian layan antar dan mengubahnya jadi paket nasi buat nakes. 


Nasi bungkus Union untuk nakes


Promosi dengan iming-iming charity ini bukan yang pertama. Dulu banget, saya dan teman-teman menggalang donasi lewat penjualan merchandise yang keuntungannya buat biaya kegiatan kemping bareng anak-anak gak mampu. Di gerakan kerelawanan yang diikuti pun pola ini kembali diulang dan mendulang pendapatan yang lumayan. 

Apakah ini termasuk memanfaatkan kebaikan?

Buat saya sih OK OK aja. Toh impact-nya berasa merata kan? Sama kayak experience saya jajan di Mujigae tadi: 

  • Tim nakes merasa didukung penuh karena ada yang perhatian kirim makanan gratis, apalagi dari brand tertentu yang belum tentu juga bakal dibela-belaiin beli
  • Terjadi transaksi yang artinya kehidupan orang-orang "di belakang layar" kembali bekerja dan dapat penghasilan
  • Memberikan percikan kebahagiaan bagi yang berbelanja metode donasi ini.
Yang penting buat saya, kualitas produk yang diperdagangkan sebanding dengan nilai yang disematkan dalam bandrol. Kalau kamu pelaku usaha dan berniat melakukan promosi dengan sentuhan charity, sebaiknya buatlah copy yang nggak berkesan minta dikasihani. Ingat, kamu menjual produk bukan mengemis!

Salah satu donasi lewat penjualan merchandise kesukaan saya adalah dari Little Helper ini:


Dengan harga yang masih masuk akal, plus desain yang cute dan tentu aja pesan bahwa penjualan masker akan disampaikan untuk satwa yang telantar sejak karantina diberlakukan tentu saya akan dengan senang hati merogoh saldo di rekening. Apalagi kampanye ini juga mengusung misi pelestarian harimau Sumatera yang kian langka. 

Makin hepi juga karena setelah kelar transaksi, ada personalized e-card manis ini 


Dalam waktu dekat, saya juga sedang berkolaborasi dengan dua perempuan bervisi serupa: memberdayakan warga khususnya sesama kaum Hawa yang terdampak corona. Tunggu aja dan jangan lupa belanja yaaa 😁
Share on Google Plus

About e-no si nagacentil

Cerdas, ceriaa, centil
    Blogger Comment

0 comments: