Day 9: Dimarahin Mbak Wina

Konsisten nge-blog itu gak gampang lhooo..Selain bahan tulisan, kita juga musti sediain waktu buat menguntai aksara yang terserak di atas keyboard qwerty menjadi bacaan yang punya makna. Cieeee apa sih, bilang aja membela diri karena telat posting melulu hehehe...

Sebenernya, curcol saya sore ini adalah topik coaching class soal menata masa depan dari sisi finansial bareng Ligwina Hananto di hari Minggu kemarin.  Tapi, topik ini kembali menghangat setelah kompornya menyala.  Tepatnya sih, setelah saya baca-baca postingan bang Aidil Akbar di blognya yang mengulik Unit Link.  Jangan tanya saya apa itu Unit Link ya, mending klik aja langsung ke sini.  Nah, di Coaching Class-nya waktu itu, mbak Wina juga mengisyaratkan untuk gak asal telan bulat-bulat tawaran sejenis yang disodori financial consultant (baca: sales asuransi).  Eiya maap bukannya mau mendiskreditkan penjual asuransi ya, cuma ada baiknya kita selalu teliti sebelum membeli.  Kalau perlu bawa kalkulator supaya itung-itungannya gak ngerugiin kita dan berimbas pada nutup-asuransi-di tengah jalan karena baru ngeh kalau itung-itungannya merugi.



Abis dari coaching class-nya mbak Wina yang lincah dan bermata indah itu, rasanya mata saya seperti dibuka lebar-lebar dan sedikit sentilan manis menyinggung kebiasaan jelek saya dalam menata perduitan. Saya jadi inget obrolan dengan calon-bapaknya-calon-anak-saya sore ini.  Gara-gara ngomongin unit link dan salah kaprah itu, perbincangan kami lantas bergulir pada tabungan pendidikan anak.  


Orang tua saya, dan mungkin kebanyakan orang tua di Indonesia telah melakukan kesalahan dengan melakukan pembiayaan sekolah anak dari gaji bulanan yang gak seberapa itu.  Paling lazim, mengajukan pinjaman pada bendahara kantor untuk modal uang pangkal yang selanjutnya dibayarkan lewat potongan bulanan.  Sama aja kan?  Pantes aja kami-- tujuh kurcaci di keluarga gak pernah merasakan tamasya keliling Indonesia hahaha *sorry mom and dad i didn't mean to complain*.  Generasi berikutnya, alias kakak-kakak saya lebih aware dengan mempersiapkan yang namanya tabungan pendidikan anak.  Plus, dengan jumlah anak maksimum dua kepala masih ada sedikit sisa buat jajan-jajan di luar saat akhir pekan.


Ternyata eh ternyata, tabungan pendidikan juga bukan jawaban brilian untuk kepastian masa depan anak yang cemerlang.  Ambil sampel, temen saya yang menginvestasikan 4.8juta setahun demi panen 130jutaan pasca 10 tahun menabung.  Kedengerannya gede ya? Tapi, apakah setelah 10 tahun uang sekolah si anak masih segitu? So, yang mustinya dilakukan adalah menghitung mundur: kira-kira berapa biaya kuliah-SMA-SMP-SD-TK-playgroup si anak lalu dibagi dengan jumlah tahun terhitung dari sekarang, untuk menghasilkan angka yang musti diinvestasikan per tahun buat penerus kita itu.  Nah lho, saya dan calon-bapaknya-calon-anak-saya lantas ngitung-ngitung ulang.... @_@


Itu baru buat pendidikan anak, trus gimana dengan masa tua kita nanti?  Maunya sih, di umur 55 tahun itu saya dan bapaknya-anak-saya-kelak bisa leyeh-leyeh nyambangi cucu yang tersebar di mana-mana dengan santai jaya.  Paling sial, bisa kumpul-kumpul dengan sesama eyang-eyang jalan-jalan keliling dunia (AMIN!) tanpa dipusingin lagi dengan urusan kekurangan uang.  Gak mau deh, kalo di masa tua nanti musti duduk manis di rumah nunggu setoran dari anak.  Huuuu... Nah, lewat kalkulator sakti lantas keluar angka berapa yang musti saya investasikan setiap bulan untuk bisa menikmati hidup bahagia tanpa meminta dana pada siapa-siapa.  Summary-nya, mulai sekarang saya musti saving 500ribu atau sesial-sialnya 10% dari total income saya per bulan yang gak boleh diganggu gugat, nah lho!  Ini yang susah hahaha..


Sebab, walaupun punya dua rekening bank yang gak lazim alias bukan bank dengan ATM tersebar di setiap 100 meter lahan di Indonesia, si bank-bank ini kok yaaaa memudahkan nasabahnya dengan layanan: bisa digunakan di ATM manapun tanpa biaya.  Atau, maksimum biaya cuma 5ribu huhuhuhu T,T


Sebetulnya, kuncinya sih simpel ya: disiplin pada diri sendiri. Nah, mumpung belum telat bener dan masih ada sisa setengah bulan, kayaknya udah waktunya nih getok-getok kepala lagi buat kebijakan uang ketat seperti ocehan mbak Wina...  


Share on Google Plus

About e-no si nagacentil

Cerdas, ceriaa, centil
    Blogger Comment

4 comments:

feekyu said...

sulit mbk konsisten ngeblog. moodnya harus stabil

merahitam said...

Woh, ayo ajari aku cara menghitung-hitung itu say. :D

e-no si nagacentil said...

@Feekyu iya selain mood yang jadi kendala adalah kesempatan, either itu waktu atau internet yang gak stabil. Terpaksa deh dirapel T,T

e-no si nagacentil said...

@merahitam hush aku bukan guru finansial =P