Terpingkal-pingkal Bareng Srimulat: (Bukan) Hil yang Mustahal

Srimulat adalah legenda lawak Indonesia. Lahir dari pertunjukan keliling, beradaptasi di era televisi dengan menjadi tontonan rutin di layar kaca. Masa kecil saya, juga tak lepas dari nongkrongin  TVRI untuk melihat aksi mereka. Meski, mungkin tidak semua lawakan mereka bisa membuat saya tertawa pada waktu itu. 

Saking populernya, ketika tetangga yang kaya raya bikin hajatan sunatan anaknya dan mengundang salah satu personil Srimulat sebagai hiburan, tentu saja jalanan komplek Perumnas yang tak seberapa luas jadi sempit karena lautan manusia termasuk saya. Masa itu, keren banget memang bisa nanggap selebriti. 

Kepopuleran Srimulat sepertinya sulit tergoyahkan, mereka sempat "ngamen" di berbagai TV swasta: Indosiar, SCTV, hingga Trans TV dan Net TV.  Tahun 2013 Srimulat pernah diangkat jadi film bertajuk Finding Srimulat, tapi tampaknya kurang menggigit. Saya juga baru tahu setelah film ini masuk di jajaran konten Disney+ Hotstar Indonesia. 

2022 ini, Srimulat lahir lagi dalam bentuk film biopik yang menceritakan secuil bagian dari sejarahnya. Tanpa romansa mbak Djudjuk dan pak Teguh, besutan sutradara Fajar Nugros ini mengangkat perjalanan Srimulat di tahun 80an.


"Spoiler" berupa cuplikan video transformasi Bio One menjadi Gepeng, adalah pemicu yang memantik penasaran saya pada film ini. Ketika satu demi satu teaser dan kemudian trailer resmi diluncurkan, makin membulatkan tekad saya untuk nonton.

DIbuka dengan adegan pertunjukan Srimulat di Solo, Gepeng saat itu belum bergabung. Keisengannya nyeletuk saat pemain lain manggung membuat pak Teguh (yang sepertinya punya insting bagus mencari bibit) kemudian mengajaknya menjadi bagian dari keluarga besar Srimulat. Sesuatu yang mungkin hanya mimpi buat wong cilik Gepeng saat itu. 

Srimulat: Hil yang Mustahal, memang berbingkai bumbu fiksi. Kemunculan Bang Doel alias Rano Karno sebagai Babe Makmur pemilik kontrakan sementara Srimulat di Jakarta misalnya, lengkap dengan putri cantiknya Royani yang bikin Gepeng kepincut sampai nyaris mengorbankan masa depan, ini tentu tidak ada dalam kehidupan Srimulat sebenarnya. Setidaknya itu yang saya baca di berbagai literatur. 

Diperkuat nama-nama yang memang mumpuni seperti Teuku Rifki Wikana dan Rukman Rosadi,  urusan pemilihan casts, saya acungkan jempol. Selain Bio One, kemunculan Elang Elgibran sebagai Basuki juga sukses mencuri atensi. Kemiripan fisik tanpa banyak tambalan prostetik, ditunjang lambe nyinyir khas Basuki almarhum ini juga terasa pas. Tidak mengherankan, Elang adalah putra dari Rukman Rosadi aktor watak sekaligus pemeran Teguh di sini. 


Ibnu Jamil juga cukup berhasil menyembunyikan ketampanannya dan berganti wujud jadi Tarsan, karakter yang konon terobsesi menjadi tentara. Di film ini, Tarsan asli juga muncul dan beradu akting dengan Ibnu Jamil. 

Morgan Oey meski hanya tampil secuil juga menarik buat dibahas. Beberapa media menyebut Morgan terlalu tampan untuk menjadi Paul, karakter yang di panggung sering berperan sebagai drakula dan sedikit bicara. Tak banyak yang tau soal Bung Paul, Morgan pun konon kesulitan mencari literatur. Dan ndilalah kok saya inget ya gimana peran Bung Paul dulu di tayangan Srimulat hehehe...

Tidak sia-sia pengorbanan Morgan, nih lihat penampakannya


Tapi, ada satu cast tambahan yang sempat saya harapkan nongol sayangnya tidak ada. Yaitu Titik Puspa, artis tiga jaman (mungkin sekarang sudah lima jaman ya?) yang saat itu sangat populer.

Titik Puspa di bayangan saya adalah Isyana Saraswati...



Overall, saya bahagia nonton Srimulat: Hil yang Mustahal, rasanya kayak beneran nonton dagelan mereka di panggung karena secara kompak bareng satu studio ikutan terpingkal-pingkal sampai menitikkan air mata. Antara lucu banget dan haru. Lawakan Srimulat memang tak lekang ditelan jaman.

Saya tidak pandai memberikan poin untuk sebuah film, tapi kalau ada kekurangannya adalah visualisasi jalanan Jakarta di tahun 80an yang kelihatan blur. Sepertinya mengambil dokumentasi video, yang kalau dengan sedikit waktu (time is money also!) mungkin bisa di-retouch jadi tajam seperti film Tiga Dara versi restorasi.

Kekurangan kedua, ini subyektif sih, terasa kentang. Lagi enak-enak ngakak tau-tau berhenti karena memang ini masih babak pertama alias masih akan ada lanjutannya.

Kapan ya itu? 

Share on Google Plus

About e-no si nagacentil

Cerdas, ceriaa, centil
    Blogger Comment

1 comments:

mrbambang said...

Pertamax!!! Komen dulu baru baca