Janji

Buat saya, menepati janji bukan sekadar komitmen tapi juga bagaimana kita menghargai orang lain.



Beberapa tahun lalu, di sebuah kegiatan relawan yang saya ikuti, kami mendapatkan kesempatan berlian berupa pelatihan soft skill tanpa biaya alias gratis tis. Syaratnya tentu saja hadir sesuai waktu yang disepakati. Pesertanya pun dibatasi, hanya yang terpilih boleh hadir. 

Pada hari yang ditentukan satu orang absen. Alasannya: ada tradisi merayakan ulang tahun dengan keluarga, karena bunda tercinta sedang berhari jadi. Tentu saja, ini mengundang emosi. Gimana nggak bikin marah, membatalkan di menit terakhir sementara ada yang mengincar pelatihan ini tapi nggak terpilih. Nggak mungkin juga kan seat kosong dadakan diberikan ke yang lain. Emangnya bisa gitu menerbangkan orang dalam sekejap pakai teknologi nanotransformasi?

Dengan membatalkan janji, mendadak pula, ada banyak pihak yang dirugikan. Meski acara pelatihan tetap berjalan, tapi tentu saja menyisakan kekecewaan: coach yang sudah menyiapkan materi untuk sekian orang, peserta lain yang gagal dapat kursi, ...

Tapi, keluarga kan prioritas?

Betul bahwa harta yang paling berharga adalah keluarga. Hanya saja, dia lupa bahwa dia bukan satu-satunya manusia di dunia ini yang punya keluarga. Panitia, peserta, dan coach bukan ujug-ujug nongol dari batu yang terbelah alias ya kami juga punya keluarga loh... 

Kali lain, saya kembali dikecewakan janji yang dianggap kalah penting dengan kerjaan.

Mendekati hari H, "maaf ya gue cancel soalnya ada undangan dari brand nih.."

Sedih ya dinomorduain. Ya gimana, janji ketemuan nggak menghasilkan duit sih. 

Maaf, tapi saya pun pernah menolak tawaran hadir ke sebuah keriaan karena sudah kadung janjian dengan teman. Law of priority, mana yang duluan booking itu yang masuk agenda. Perkara honor, rasanya nggak seberapa dibanding perasaan orang yang (bisa jadi) terluka dan kecewa.

Pengalaman dikecewakan oleh janji, sepertinya masih harus ditoreh lagi.

Libur Lebaran, saya dan satu geng mau menelusuri Jakarta yang sepi. Maklum, udah dua tahun mendekam di rumah aja kan? Rencana pun disusun, dan demi memuluskannya saya mengambil cuti bersama. Yes, secara teori tahun ini libur lebaran emang panjang banget. Faktanya, kenikmatan ini harus ditebus dengan memotong jatah cuti tahunan. Nggak apa deh, demi kumpul-kumpul yang selalu tertunda.

Dan terjadi lagi..

Rencana, kembali jadi wacana. Ada aja alasan buat membatalkan janji kali ini. Tentu saja, sebagai jomblo kesepian saya harus maklum dengan (lagi-lagi) keluarga nomor satu.

Well, apakah saya harus mengonfirmasi bahwa saya juga bukan njebul dari bongkahan Kinderjoy alias I also have a family please deh ah. Dan, bikin janji jalan dengan teman bukan berarti nggak mementingkan keluarga. 

Balik lagi ke law of priority yaa...

Ada jatah hari yang saya korbankan, kalau nggak keburu janjian mungkin saya pilih diambil nanti aja untuk liburan akhir tahun. Ada waktu yang sudah saya siapkan, dan diatur supaya nggak bertabrakan dengan ajakan jalan lain (wah Anda sibuk ya bund!). 

Mungkin, sudah waktunya saya menurunkan ekspektasi. Atau, saya yang salah mengartikan kesepakatan.

Sekadar pengingat, barangkali lupa definisi janji menurut KBBI









Share on Google Plus

About e-no si nagacentil

Cerdas, ceriaa, centil
    Blogger Comment

0 comments: