Semesta Punya Cara untuk Memberi Tanda


Kemarin akhirnya pecah telor, alias buka puasa bersama pertama saya di Ramadan tahun ini.

Dengan semangat membara seperti api ketemu sekam, dari pemilihan pakaian (urusan ini saya emang nggak pernah main-main hahaha 😀) sampai cara menuju lokasi tentu masuk daftar "yang harus disiapkan". 

Melihat langit yang bersahabat, kereta adalah pilihan idaman: cepat dan nyaman. Di jam pulang tapi melawan arus, bisa dipastikan Commuter Line nyaris kosong. Untuk selanjutnya disambung dengan andalan warga Jadetabek saat ini: ojek (online).

Pesanan lewat aplikasi sudah dilakukan, tinggal menunggu. Di sinilah drama dimulai, sebab selain posisi kang ojol yang di seberang (artinya dia harus memutar lumayan berjarak plus kemungkinan lalu lintas yang padat), mengaku sampai di lokasi penjemputan tapi wujudnya tak kasat mata alias entah di mana.

"Sepertinya salah titik kak...", kilahnya.

Baiklah, mungkin peta di aplikasi kurang akurat. Lagi-lagi saya menyebutkan nama yang paling diakrabi. Minimal gampang dicari tanpa perlu Google Map. Nihil, berakhir dengan "saya harus muter lagi ya"

Penunjuk waktu memberi tanda semakin dekat pada jam buka. Sementara bulir air mulai bergulir, meski masih bisa dihitung jari. 

"Saya batalkan saja ya"

Tentu ini melukai perasaan kang ojol sebab berarti melayang satu orderan yang berpengaruh pada pemasukan. Tapi, jarum hujan makin luruh. Bahaya juga kalau saya memaksa motoran. 

"Maafkan saya Pak", lirih sambil menekan tombol "cancel" dan memilih alasan paling tidak menyakitkan: choose another transportation.

Semoga kang ojol menemukan penumpang lain...

Dan, mudah-mudahan saya juga menemukan moda pengganti menuju lokasi ya. Menjelang jam buka, ditambah lagi tumpahan hujan yang makin deras, bisa dapat taksi sepertinya sebuah keajaiban.

Tapi, keajaiban itu nyata bukan? Usai jari melakukan transaksi tak lama ponsel berdering. Supir taksi mengabari, sudah dalam perjalanan (lagi-lagi posisinya ada di seberang 😅). Alamat lama lagi, pikir saya.

Di saat itu juga, sinyal data provider mendadak bisu sehingga saya tidak bisa melakukan pengecekan kepadatan jalanan. Baiklah, tak apa terlambat. Yang penting kumpul-kumpulnya masih sempat. Urusan pembatalan puasa, bisa dilakukan di perjalanan.

Begitulah, rejeki memang tak selamanya berupa materi. Kemudahan mendapatkan taksi, adalah hal yang saya sangat syukuri. Sambil memandang hujan dari kaca mobil, andai-andai bersliweran di kepala. 

Misal saja, kang ojol datang sesuai titik temu dan mengangkut saya, bisa jadi saya akan kehujanan di jalan yang tak hanya membahayakan kesehatan tapi juga keselamatan  (barang bawaan dalam tas saya hahaha 😁).

Seringkali memang, semesta memberi tanda dengan "mempersulit" jalan yang kurang tepat. Tinggal kitanya, mau tetap ngotot atau membacanya dalam pengaruh pikiran positif.

Saya akhirnya tiba di tujuan tepat ketika lantunan adzan berkumandang. Tepat sebelum menjejakkan kaki di parkiran resto, nasyid populer Snada dimainkan dari playlist ...

Jagalah hati, jangan kau nodai

Jagalah hati, lentera hidup ini 


  






Share on Google Plus

About e-no si nagacentil

Cerdas, ceriaa, centil
    Blogger Comment

0 comments: