Omnichannel: Rahasia BLP Bertahan dan Menang

Udah setahun pandemi, gimana progress bisnis kamu?

Terhitung sejak PSBB (sebelum jadi PPKM) diterapin, perjalanan usaha bisa dibilang fluktuatif banget yah. Ada yang terjun bebas, sebaliknya yang justru bersinar pun nggak sedikit. Jungkir balik, berdarah-darah, sampai beralih, semua dilakukan supaya bisa bertahan. 


Bukan pebisnis namanya kalo gak tahan banting. Bertahan aja nggak cukup, kalau bisa berkembang kenapa tidak? Di sinilah jenama "kecil" dari pasar lokal mulai unjuk taring. 

Salah satu yang mencuri perhatian saya adalah BLP Beauty yang bukan hanya bertahan tapi juga makin melebarkan sayap. Maka, ketika DNVB membuka sesi sharing dari Monica Christasia sang CEO, tanpa kelamaan mikir saya langsung daftar. 

BLP, memang nggak bisa dilepaskan dari nama besar Lizzie Parra sebagai beauty vlogger tenar. Tapi, popularitas aja nggak cukup tho? Banyak juga kok jenama yang memajang nama selebriti lalu tumbang begitu aja. Tau kan fenomena kue artis? Kurang terkenal apa coba ... 

Saya nggak akan membahas kue artis, karena memang menurut saya nggak menarik membahas kegagalan apalagi saya bukan ahlinya 😁

Kembali ke BLP, singkatan dari By Lizzie Parra, produk pertama yang saya kenal adalah lipstik atau nama kerennya lip coat. Waktu itu kenalan di sebuah acara Jenius, dapat goodiebag satu lip coat. Namanya juga produk perdana, belum sempurna benar. Warnanya nggak bertahan lama alias gampang luntur. Sempat merontokkan keinginan saya jadi penggunanya. Sampai tiga tahun kemudian saya menemukan gerai BLP di sebuah mal. 

Bukan gerai kecil. Dan produknya pun nggak hanya lipstik, melainkan meluas sampai ke piranti yang mempercantik perempuan. Terakhir, BLP justru berkolaborasi dengan Avoskin melahirkan produk perawatan sekaligus dekoratif. BLP juga mengklaim berhasil meningkatkan penjualan. Ini menakjubkan banget sih, mengingat make up itu justru barang yang sempat dipandang "nggak laku" selama pandemi.

Siapa yang masih iseng dandan lengkap pake lipstik padahal bibir ketutupan masker?

Ditambah lagi, perubahan kerja jadi WFH alias work from home. Apa itu dandan kalo boleh offcam

Tapi faktanya...


Ini beneran apa bisa-bisanya mereka "jual" kelas sih?

Apa pun, kolaborasi dengan Avoskin setidaknya jadi bukti kalo mereka serius banget. Nggak perlu menye-menye bawa anak bangsa, local pride dan sejenisnya nyatanya BLP sudah cukup menang kok.

Omnichannel, adalah kata kunci yang digadang-gadang membawa keberhasilan ini. Mengutip dari jurnal.id omnichannel adalah sistem yang memungkinkan pembeli menggunakan lebih dari satu channel penjualan. Umumnya channel yang dijadikan satu yaitu toko fisik, e-commerce, mobile commerce (m-commerce), serta media sosial.

Integrasi adalah kunci. Meski berbeda kanal, bukan berarti jalan sendiri-sendiri. Perlu diketahui juga bahwa karakter audiens setiap kanal itu berbeda-beda. Dengan mengenal dan memahami, kita bisa memilih perlakuan atau treatment di masing-masing kanal.



Nah kalo udah paham karakternya, kamu bisa pilih mau fokus di mana. 

BLP sendiri tetap mengarahkan pembeli loyal untuk berbelanja di website, ketimbang marketplace. Tentu aja data adalah alasan utama sebagai amunisi untuk menentukan strategi berikutnya. 

Tim pemasar (alias marketing team) biasanya menggunakan marketing funnel untuk menentukan strategi, dan inilah yang diterapkan BLP dalam menggaet pelanggan:



Coba cek ada di tahap mana kamu dan jenamamu?

Dari paparan singkat (sebenernya ada 1 jam lebih sih hehehe) Monica, saya menangkap keseriusan dan tim yang solid serta kualitas SDM di dalamnya. Setiap divisi yang ada bisa terkoneksi dan ter-manage dengan baik. Nggak heran kalau dalam waktu cukup singkat mereka berkembang biak pesat, dengan tim sekitar 70 orang.

Sisi adaptif BLP ditunjukkan dengan eksistensi di kanal audio-visual Youtube dan TikTok. Meski tentu aja massa terbesar ada di Instagram. Menurut Monica, kita nggak perlu memaksakan untuk hadir di semua kanal kalau memang kemampuan tim terbatas. Lebih baik fokus di satu aja, tapi menciptakan komunitas yang loyal. Iya juga sih ketimbang maksain ada di mana-mana tapi akunnya gitu-gitu aja...

Di luar itu, saya akui kalo mereka juga tau apa yang dimau dan bisa berkomunikasi dengan baik. Produknya jelas terus berbenah diri dari segi kualitas, sementara mereka juga mengambil pendekatan generasi yang sudah lebih paham self love dengan memajang model yang variatif dari kalangan influencer. Ada yang kamu kenal?

Lizzie sendiri bilang kalau dia nggak pengen menjual mimpi dengan memajang model yang "sempurna" sesuai standar industri kecantikan. Dengan variasi seperti ini, rasanya lebih dekat aja nggak sih? Ada representasi diri kita di situ.

Anyway, maaf kalo bahasannya nggak terlalu tajam dan mengupas dalam. Bukan apa-apa, selain belum mumpuni nggak etis juga kalo materi kelas berbayar ini saya hambur-hamburin yaa..


Share on Google Plus

About e-no si nagacentil

Cerdas, ceriaa, centil
    Blogger Comment

0 comments: