Amunisi Masa Pandemi

Virus corona ini memang luar biasa ya. Meski ukurannya tak terdeteksi mata telanjang, serangannya bisa mengguncang dunia bahkan sebesar negara yang katanya adidaya macam USA dibuat tekuk lutut bagaikan pria di sudut kerling wanita. 




Saya ingat betul, awal tahun saat masih bisa wara-wiri dengan leluasa sebagai komuter, kala itu Indonesia masih dikabarkan belum terjamah virus corona. Tapi, keingintahuan publik yang sangat tinggi membuat seminar tentang mahluk tak kasat mata ini dijejali audiens sampai pihak Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Indonesia harus membuka ruangan khusus untuk menampung pengunjung. Saking membludaknya. Padahal ya paparan yang disajikan bukan bahan yang renyah buat dikunyah: dari pengetahuan dasar soal keluarga virus sampai rumor tentang kelelawar yang jadi penyebab. 

Kedengerannya aja enteng, padahal dua jam menyimak saya merasa kembali ke bangku kuliah dan medengarkan penjelasan dosen genetika dan biologi molekuler plus parasitologi berkongsi 😤 


Saya yang sudah kembali menjelma sebagai manusia biasa dan jauh dari peradaban sains  murni, terus terang cukup gelagapan menghadapi fakta ini. Jujur ya, kalau ada mesin waktu pengennya kembali ke jaman kuliah: mendalami dengan serius perihal jasad renik yang statusnya juga gak jelas makhluk hidup atau bukan. Plus, pada saat dealing sama Tuhan sebelum lahir ke bumi saya akan minta tambahan sel abu-abu supaya otak saya bisa mencerna cara kerja level seluler dengan segala perkakas biokimia yang njelimet itu tanpa harus mengernyitkan jidat heuheu 😩

Tapi kita adalah Kahitna, yang hanya bisa bergumam “andai waktu bisa kita putar kembali…”

Kalau diibaratkan makanan, nasi udah telanjur jadi bubur. Jangan dibuang, tambahkan aja suwiran ayam, kedelai goreng, bawang goreng, seledri, kecap asin, kaldu ayam, cakwe, kerupuk… lalu tentukan mau diaduk atau nggak. Apa yang udah terjadi, gak perlu berlarut disesali. Hadapi aja dengan perbekalan yang memadai 😇. 

Saking luar biasanya virus corona, meski efek infeksi versi 2019 ini bisa dibilang nggak seganas kerabatnya tapi kemampuan mereplikasi diri (dan mungkin mutasi ya) malah membahayakan. Dan tiba-tiba semua jadi tidak pasti. Keputusan hari ini, bisa saja berubah di besok pagi. Maka jangan heran juga kalau kebijakan pun bisa sama lenturnya dalam artian mengikuti perkembangan virus corona yang ndablegnya gak kira-kira. 
Masker yang awalnya spesifik buat yang sakit, sekarang jadi benda wajib kalau kamu bertemu sesama spesies Homo sapiens

Sampai tulisan ini ditulis, saya masih setia menjadi Rapunzel di dalam menara hunian yang sesekali turun untuk berinteraksi untuk pemenuhan kebutuhan makan dan produk konsumen lain. Itu pun dengan standar minimum: masker (rasanya udah kayak pensil alis alias kalau ke luar rumah harus banget dipake) dan cuci-cuci tangan kaki lengkap pakai air dan sabun. Nggak aneh ya musim pandemi ini bikin persediaan sabun cuci tangan cepet habis 😅. Saya juga udah menyiapkan "amunisi" khusus pandemi berupa perlengkapan tambahan ala new normal: helm sendiri dan wadah masker (kayaknya satu masker nggak cukup lagi deh kalau seharian di luar rumah). 

 Thanks to ddiw for providing this


Beruntungnya saya, masih punya privilege untuk bekerja dari rumah sehingga interaksi dengan media yang bisa jadi tebengan virus corona bisa diminimalkan. Tapi, gimana dengan mereka yang masih harus bolak-balik karena tuntutan profesi?

Dan lagi, pelan-pelan tapi pasti new normal mulai digulirkan. Nggak perlahan juga sih ya soalnya banyak juga yang kemudian menafsirkan sebagai hore-bisa-keluyuran-kayak-dulu-lagi. Asli deh, sebagai warga dengan status zona merah menurut aplikasi Peduli Lindungi bawaannya emang ke mana-mana jadi parno. Mais, c’est ma vie. Kalau sekiranya terpaksa berkegiatan di lingkungan yang berpotensi penularan covid mau nggak mau emang mulai kepikiran juga cari-cari info soal tes virus corona. Rapid test aja jelas nggak cukup dong. 

Udah pada tau kan apa itu rapid test?

Sesuai dengan namanya, rapid test atau tes cepat fungsinya sebagai screening awal yang bekerja dengan cara mengukur antibodi dalam tubuh lewat sampel darah. Karena kondisi antibodi setiap orang beda-beda tentunya akurasinya dalam mendeteksi keberadaan virus Covid-19 bisa dibilang rendah. Makanya perlu ada tes lanjutan lewat PCR test.

Nama lengkapnya Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction tapi cukuplah kita sebut PCR test aja yah. Secara singkat, cara kerjanya adalah mendeteksi keberadaan materi genetik dari virus yang dituju. FYI, PCR test bukan cuma buat virus corona yah. Penyakit lain seperti HIV, HPV, dan CMV juga bisa dicek dengan metode ini. Bedanya ada pada sampel yang diambil: dahak, lendir, cairan dari osofaring dan nasofaring serta paru-paru adalah materi untuk pengecekan PCR test.

Di mana bisa melakukan PCR test?

Ada banyak sekali informasi yang bersliweran. Tentu saja broadcast di whatsapp group keluarga bukan sumber yang valid untuk cari tau perihal virus corona 😁. Saya sih mengandalkan yang jelas bisa dipercaya macam Halodoc. Apalagi bisa diakses langsung dari aplikasi di handphone. Iya, saya tipe yang sukanya buka via apps karena lebih ringkas nggak perlu ngetik nama website dan kemudian bertarung dengan banyak pop up ads. Awal perkenalan saya dengan Halodoc sih waktu mau coba beli obat sakit mata pakai Go-Med yang kemudian ternyata diarahkan ke Halodoc. Urusan obat beres, dianter pakai GoSend, eh lah ternyata ada fitur tambahan bisa tanya-tanya dokter via apps 😍



Sekarang malah Halodoc nggak cuma buat cari obat aja kok, tapi juga update info kesehatan terbaru dan lokasi PCR test Jakarta loh.



Meski belum akan melakukan tes ini dalam waktu dekat (karena masih jadi Rapunzel heuheu), layanan ini akan sangat membantu. Apalagi dengan kecenderungan orang-orang yang mulai menganggap aman berkegiatan. Seperti biasa, sebagai polisi WAG yang sering ditanyai konfirmasi kebenaran berita atau info kiwari, saya bisa dengan mudahnya kasih referensi dari Halodoc sehingga tetap terlihat cerdas seperti tagline selama ini hihihi 😄


Sumber gambar, kecuali tangkapan layar halodoc, adalah freepik.com


Share on Google Plus

About e-no si nagacentil

Cerdas, ceriaa, centil
    Blogger Comment

2 comments:

Zam said...

selain coronavirus itu sendiri, yang mengerikan adalah penyebaran informasih hoax dan palsu.. 🤭

setauku Halodoc juga ada informasi soal covid-19 juga, jadi informasinya bisa dipastikan valid..

nagacentil said...

Iyaaa, cari info soal Covid emang harus jelas validitasnya. Untung ya ada web dan apps macam Halodoc ini.