Dara di Rumah Dara(h)


Enam orang, dua di antaranya kakak beradik yang tengah perang dingin, menghantar nyawa dengan sengaja tanpa pernah menyadarinya kepada keluarga misterius dalam perjalanannya kembali ke Jakarta. Berawal dari tumpangan untuk seorang perempuan cantik berwajah bingung yang mereka temukan di tengah perjalanan, dalam semalam hujan darah mengalir di penginapan terpencil kawasan Subang itu. Itulah inti cerita dari Rumah Dara.




Rumah Dara, film yang digadang-gadang memberi darah segar (dan itu dibuktikan secara harfiah dalam durasi sekitar 100 menit) di dunia sineas Indonesia ini memang baru resmi dirilis pada 22 Januari mendatang. Kecerdikan tim pemasar Rumah Dara, memboyong lebih 100 kaskusers, koprolers, dan tweeps untuk menyaksikan pra-tayangnya di Blitz Megaplex, Grand Indonesia agaknya menyumbang andil dalam mempopulerkan Rumah Dara sebagai salah satu film yang ditunggu. Teaser berupa ulasan di banyak blog, komentar di situs microblogging, adalah sedikit dari beberapa strategi menaikkan rating tayangan layar lebar bergenre slasher ini. Dan ulasan pada blog ini, adalah isi kepala saya usai menjadi satu di antara balakurawa dunia maya yang beruntung menyaksikan pra-tayangnya.


Aji (Ario Bayu) dan Ladya (Julie Estelle), saudara kandung yang bersitegang akibat kematian orang tua mereka dalam kecelakaan. Perang dingin yang coba dicairkan Aji, nyatanya tak bisa meluluhkan kekerasan hati Ladya. Meski ia terpaksa menikmati kebersamaan terakhir sebelum Aji terbang ke benua kangguru, lewat Astrid (Sigi Wimala) yang tengah hamil anak pertama Aji ia tak bisa menyembunyikan rasa sayangnya pada sang kakak. Tiga penggembira lain tersebut: Jimmy (Daniel Manantha), Alam (Mike Lucock), dan Eko (Dendy Subangil) menambah daftar korban persembahan. Dalam perjalanan, sosok cantik Maya (Imelda Therine) menghadang kepulangan mereka ke Jakarta. Niat baik menolong Maya yang mengaku kerampokan, kebaikan hati mereka justru berbalas neraka di rumah jagal yang dihuni perempuan misterius Dara (Shareefah Daanish), Adam (Arifin Putra) dan Arman (Ruly Lubis).



Seperti lirik lagu: pria kerap tak berdaya di sudut kerling wanita, keelokan paras Maya menjerumuskan mereka pada teror  malam berdarah di villa milik ibu Dara. Adegan demi adegan yang mengundang kengerian dipertontonkan tanpa sungkan sepanjang film. Semburat darah yang mengalir dari penggunaan gergaji mesin, samurai, clurit dan koleksi senjata haus darah mewarnai nyaris seratus persen tayangan. Dan seperti kebanyakan film thriller suspensed lain, satu per satu cast roboh di tangan sang jagal. Adakah yang selamat keluar dari haus darah keluarga ibu Dara?


Jika anda pengidap fobia terhadap darah, maka lebih baik coret saja Rumah Dara dalam daftar tontonan. Sebaliknya, bagi penyuka terobosan Rumah Dara bisa jadi wajib tonton. Akting memukau Daanish yang membuahkan gelar Best Actress di Puchon Film Festival, keseriusan Arifin Putra menyelami peran (hingga mengisolasi diri dan membiasakan menenteng pisau lipat kemana-mana!), menghasilkan penampakan prima pembunuh keji berdarah dingin yang menyebalkan. Sementara citra pemanggil kuntilanak masih melekat pada Julie Estelle. 



Beberapa adegan dalam Rumah Dara mungkin pernah anda saksikan, seperti pertemuan dengan Maya yang mengingatkan pada Dead End. Atau perlawanan Ladya ketika akan dihabisi oleh Arman pada aksi menggigit lidah a la Uma Thurman di Kill Bill. Mo Brothers sendiri mengakui, film ini terinspirasi oleh Texas Chainsaw Massacre. Wajar saja, ketika sebuah film menginspirasi sineas lain. Sepanjang bukan plagiasi yang menjiplak mentah-mentah.



Rumah Dara yang terlebih dulu tayang untuk pasar internasional dengan titel Macabre, disinyalir belum lolos Lembaga Sensor Film. Entah benar atau tidak, rasanya gunting sensor--jika benar--akan menyunat habis film ini hingga tak menyisakan cerita yang utuh.
Share on Google Plus

About e-no si nagacentil

Cerdas, ceriaa, centil
    Blogger Comment

11 comments:

merahitam said...

Review yang oke, cuma terganggu di beberapa kalimat. Sepertinya kamu cenderung suka nulis kalimat panjang-panjang ya? Aku terpaksa membaca dua kali biar ngerti maksud kalimatmu :)

Iman said...

22 januari ya? *melirik kalender* berarti hari Jumat. Hmmm kayaknya tertarik nih jika film ini memang benar-benar sesadis itu, penasaran euy.

Makasih reviewnya ya :)

e-no si nagacentil said...

@merahitam maafkan saya, nampaknya gelar pujangga masih melekat erat (#^_^#)

e-no si nagacentil said...

@iman denger-denger dimajuin jadi tanggal 21 tuh. Sadis kronis... semoga gak membuat penontonnya jadi terbiasa terhadap kekerasan

rudis said...

boleh juga ini film saya tunggu pemutarannya

iLLa said...

Penasaran, tapi masih takut takut gimanaa gitu...
*paling ngeri liat darah soalnya..
bdw asik yah,, bisa be the first to watch.. :)

e-no si nagacentil said...

@rudis hari ini, serentak tayang di 21 dan blitz lowh. Sehari lebih awal dari jadwal semula

e-no si nagacentil said...

@iLLa salah satu manfaat aktif di dunia maya hehehe...

yani said...

menunggu pemutaran filmnya

e-no si nagacentil said...

@yani udah main sejak 21 januari kemarin kok...

Anonymous said...

sudah nonton dan memang... darah semua! *hehehe*

"... enak kan?!" *sadis*